Lisan bagaikan pedang bermata dua. Disatu sisi bisa menjadi kebaikan
yang mendatangkan pahala, disatu sisi bisa menjadi penyebab terjerumusnya
seseorang kedalam neraka.
Saya teringat akan satu hadist:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka
berkatalah yang baik, atau (jika tidak), diamlah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lidah adalah perkara dhohir yang disebut dalam dua perkara
penting yang perlu dijaga untuk menjadi makhluk Allah yang bertaqwa. Pertama
adalah lidah yang kedua adalah kemaluan.
Melalui lisan atau lidah semua sumber permasalahan atau
solusi bisa bermula. Dengan lidah kita bisa berdzikir mengagungkan nama Allah
(dzikrullah) namun kita dapat pula membicarakan keburukan seseorang (ghibah).
Dengan lisan kita bisa memberikan nasihat dan mengarahkan seseorang untuk dekat
dengan Allah, namun dengan lisan kita dapat menyakiti hati seseorang walau
dengan satu kalimat kecil.
Yup, dengan lisan kita dapat menyakiti hati saudara kita,
Bisa jadi apa yang kita pikir itu adalah hal yang normal untuk
diucapkan, namun bagi saudara kita kata tersebut menyakiti hatinya, menyinggung
hatinya, menurunkan harga dirinya. Karena setiap orang memiliki batas sensitif
yang berbeda-beda. Bisa jadi kata tersebut tertancap pada hatinya dan saudara
kita merasa terdzalimi secara batin walau mereka tidak mengatakannya kepada
kita. Maka bagi saya, hal yang wajar jika terdapat hukum manusia yang mengatur tidak
hanya mengenai kejahatan aniaya fisik namun juga aniaya batin.
Oleh sebab itu Islam mengingatkan dengan serius mengenai
bahayanya lisan, bahkan diperingatkan dengan hadist, jika tidak dapat berbicara
baik, maka lebih diutamakan untuk diam. Hal tersebut dikarenakan banyak
penyakit dan dosa yang timbul karena lidah, maka yang terbaik adalah banyak
diam.
“Lidah berpangkal dari hati”
Lidah bisa menjadi parameter akan akhlak seseorang:
- “Sesungguhnya lidah orang mukmin berada dibelakang hatinya, apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka dia merenungkan dengan hatinya terlebih dahulu, kemudian lidahnya menunaikannya.”
- “Sedangkan lidah orang munafik berada di depan hatinya, apabila menginginkan sesuatu maka dia mengutamakan lidahnya daripada memikirkannya dulu dengan hatinya”
Saya merasa bahwa selama ini saya bukanlah termasuk orang
yang dapat menjaga lidahnya dengan baik, terutama dengan orang sekitar,
berbicara kadang tidak dipikirkan terlebih dahulu. Maka mulai sekarang mari
sama-sama belajar untuk menjaga lisan kita, memikirkan terlebih dahulu apa
konsekuensi dari yang akan kita katakan baru menunaikannya J.. Bisa jadi hal
terebut menjadi boomerang kita di hari akhir nanti, memberatkan timbangan dosa
kita, terutama saat saudara kita tidak memaafkan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar